Selasa, 31 Agustus 2010

bahan ulangan TIK, lanjutan sejarah internet di indonesia

Nama lain yang tidak kalah berjasa adalah Pak Putu. Beliau mengembangkan PUSDATA DEPRIN pada masa kepemimpinan Menteri Perindustrian Tungki Ariwibowo sekaligus menjalankan BBS pusdata.dprin.go.id. Di masa awal perkembangan BBS, Pak Putu berjasa mempopulerkan penggunaan e-mail, khususnya di Jakarta. Aktivitas Pak Putu banyak didukung oleh Menteri Perindustrian Tungki Ariwibowo yang sangat menyukai computer dan Internet. Pak Tungki adalah menteri pertama Indonesia yang menj awab e-mail sendiri.












Gambar : Gateway/Router ITB Pertama (tahun 1993).

Pada akhir tahun 1992, Suryono Adisoemarta kembali ke Indonesia. Kesempatan tersebut tidak dilewatkan oleh anggota Amatir Radio Club (ARC) ITB seperti Basuki Suhardiman, Aulia K. Arief, Arman Hazairin yang didukung oleh Adi Indrayanto untuk mencoba mengembangkan gateway radio paket di ITB. Berawal semangat dan bermodalkan PC 286 bekas, ITB merupakan turut berkiprah di jaringan PaguyubanNet. Institusi lain seperti UI, BPPT, LAPAN, PUSDATA DEPRIN yang lebih dahulu terhubung ke jaringan Internet mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik daripada ITB. Di ITB, modem radio paket berupa Terminal Node Controller (TNC) merupakan peralatan pinjaman dari Muhammad Ihsan dari LAPAN.

Ketika masih menempuh studi di University of Texas di Austin, Texas, Suryono Adisoemarta menyambungkan TCP/IP Amatir Radio Austin ke gateway Internet untuk pertama kalinya di gedung Chemical and Petroleum Engineering University of Texas, Amerika Serikat. Sejak saat itu, komunitas Amatir Radio TCP/IP Austin Texas tersambung ke jaringan TCP/IP di seluruh dunia. Pengetahuan inilah yang kemudian diterapkan Suryono Adisoemarta saat mengembangkan radio paket di ITB. Suryono Adisoemarta yang kemudian hari menyandang nama panggilan YD0NXX menjadi motor penggerak teknologi satelit Amatir Radio maupun teknologi Amateur Packet Reporting System (APRS) yang memungkinkan kita untuk melihat posisi-posisi stasiun amatir radio di peta di Internet yang dapat dilihat di situs http://aprs.fi.

Berawal dari teknologi radio paket kecepatan rendah 1200 bps, ITB kemudian memperoleh sambungan leased line 14.4 Kbps ke RISTI Telkom sebagai bagian dari IPTEKNET pada tahun 1995. Akses Internet tetap diberikan secara cuma-cuma kepada rekan-rekan yang lainnya khususnya di PaguyubanNet.

September 1996 merupakan tahun peralihan bagi ITB, karena keterkaitan ITB dengan jaringan penelitian Asia Internet Interconnection Initiatives (AI3) sehingga memperoleh bandwidth 1.5M bps ke Jepang yang terus ditambah dengan sambungan ke TelkomNet & IIX sebesar 2 Mbps. ITB akhirnya menjadi salah satu bagian terpenting dalam jaringan pendidikan di Indonesia yang menamakan dirinya AI3 Indonesia yang mengkaitkan lebih dari 25 lembaga pendidikan di Indonesia di tahun 1997-1998.

Jaringan pendidikan menjadi lebih marak pada saat naskah buku ini di tulis, dengan adanya JARDIKNAS dan INHEREN yang dioperasikan oleh DIKNAS dan mengkaitkan sekitar 15.000 lebih sekolah Indonesia ke Internet yang akan menjadi media untuk mencerdaskan bangsa Indonesia agar dapat berkompetisi di era globalisasi mendatang.

Nina bobo


Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Bobo lah bobo adikku sayang…
Kakak kan selalu menjaga kamu
Ini adalah sebuah kisah tentang seorang remaja bernama Shinta, kisah menyedihkan bagi seorang anak sepertinya. Kisah ini dimulai pada suatu pagi. “ibu, ayah mau kemana?” Tanya Shinta. “kakak, kami akan pergi keluar kota. Ayahmu tiba-tiba ada rapat keluar kota. Kakak, tolong jaga adik ya kak! Tolong rawat Nina!” pesan ayah dan ibunya. “iya bu, yah Shinta janji!”
        Dua hari berlalu semenjak keberangkatan orang tuanya, tiba-tiba suara telepon rumahnya berdering segera Shinta yang usai pulang sekolah mengangkatnya. “halo! Ini Shinta, ada apa ya?” katanya lirih, sang penelepon mengatakan sesuatu yang membuat hati Shinta berdegup kencang, dengan segera Shinta menutup telepon dan menangis terisak-isak di kesunyian rumah. “ayah… Ibu… kenapa kalian tinggalkan Shinta dan Nina?” tangis Shinta.
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Bobo lah bobo adikku sayang…
Kakak kan selalu menjaga kamu
Lantunan suara Shinta terhenti seketika saat Nina menanyakan dimana orang tua mereka dan Shintapun menjawabnya dengan suara yang lembut “Nina, ayah dan ibu tidak ada lagi. Mereka tidak akan pulang lagi.” “kenapa  kak? Apa mereka meninggal?” tanyanya lagi. Dengan berat hati Shinta mengangguk. Maka, pecahlah tangis kedua kakak beradik itu ditengah-tengah kokohnya rumah mereka yang mewah nan sunyi itu.
        Beberapa hari setelah Shinta memberitahukan kabar meninggalnya orang tua mereka, Nina yang amat terpukul akan kabar itu mengalami demam tinggi. Shinta amat panik dan mencoba untuk melakukan sesuatu sebisanya seperti yang telah diajarkan oleh ibunya. Saat panas badan Nina sudah mulai turun, Nina menarik lengan baju Shinta dan berkata “kak, tolong nyanyikan lagu Nina bobo untuk Nina. Nina rasanya capek kak, Nina mau bobo!”. Shintapun segera menyanyikan lagu nina bobo untuknya 
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Bobo lah bobo adikku sayang…
Kakak kan selalu menjaga kamu
Saat kalimat terakhir dari lagu itu dinyanyikan, Shinta baru tersadar bahwa adiknya sudah tiada. Adiknya  telah menghela nafas terakhirnya seiring dengan lantunan lagu pengiring tidurnya. “Nina, kenapa kamu sejahat ini? Kenapa kamu ikut pergi sayang? Kenapa kamu tinggalkan kakak seperti ayah dan ibu pergi? Kenapa sayang?” tangisnya sambil memeluk tubuh adiknya yang telah terbujur kaku itu. Tiba-tiba, Shinta melihat orang tuanya masuk melalui pintu rumahnya dan dengan sangat murka orang tuanya berkata  “ Shinta, kamu adalah anak durhaka! Kamu tidak mematuhi apa yang kami pesankan. Kami sangat kecewa padamu Shinta! Kami memintamu untuk menjaga Nina kan? Namun kenapa dia bisa begini Shinta? Liat dia! Dia meninggal gara-gara kamu Shinta!” Shintapun segera mengejar mereka namun terlambat, mereka telah tiada disana.
          Hari demi hari setelah meninggalnya Nina, Shinta seperti telah kehilangn akal sehatnya. Dia terkadang menangis, dan terkadang ia tertawa seperti seorang kakak yang sedang bergelut dengan adiknya. Sering kali dia duduk disamping buaian adiknya, dan setiap orang yang menanyainya tentang apa yang ia perbuat ia selalu mengatakan “sssttt… Nina sedang bobo!” dan mengayun-ayunkan buaian tempat adiknya biasa tertidur sambil menyanyikan 
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Nina bobo….
Oh… nina bobo….
Kalau tidak bobo digigit nyamuk….
Bobo lah bobo adikku sayang…
Kakak kan selalu menjaga kamu…..